Latest News

Featured
Featured

Gallery

Technology

Video

Games

Recent Posts

Wednesday, April 10, 2024

APAKAH VISI KEDAULATAN RAKYAT MASIH DIBUTUHKAN DI NEGERI INI

APAKAH VISI KEDAULATAN RAKYAT MASIH DIBUTUHKAN DI NEGERI INI
Penulis : Andi Salim

Visi adalah suatu rangkaian kata yang memuat impian, cita-cita, nilai, masa depan dari suatu kumpulan manusia, baik di dalam sebuah lembaga atau apapun. Visi juga merupakan sebuah tujuan untuk mencapai apa yang dicita-citakan dalam melakukan pekerjaan secara bersama-sama. Sedangkan kedaulatan artinya adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat UU dan melaksanakannya. Sehingga, kedaulatan rakyat berarti pemerintah mendapatkan mandatnya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jika kita menelaah atas terbentuknya negara sebagai organisasi kekuasaan yang berdaulat dengan sistem pengelolaan pemerintahan dalam melaksanakan tata tertib dari setiap orang-orang di daerah tertentu, dan memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya, sehingga suatu negara juga merupakan otoritas atas wilayah yang memiliki suatu aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, serta berdiri secara independen. 

Maka, Indonesia selaku negara kesatuan yang berbentuk republik ini mutlak memiliki syarat primer sebagai sebuah negara dengan memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat secara sah. Sedangkan syarat sekunder dari itu semua adalah adanya pengakuan dari negara-negara lain, serta tidak perlu lagi mencari-cari pengakuan kredibilitas keberadaannya dari pihak manapun di dunia ini. Dimana, dengan berazaskan sistem demokrasi yang diberlakukannya melalui manifestasi pengakuan kedaulatan rakyat sebagai objektifitas atas cita-cita yang difokuskan bagi segenap tujuan dan harapan warga negaranya seharusnya bisa terwujud. Namun betapa anehnya ketika kekayaan alam bangsa ini justru hanya diperuntukkan bagi segelintir orang saja. Bahkan urunan rakyat dalam bentuk pajak-pajak yang dibayarkan rakyat kepada negara ini disimpangkan, habis dicuri, dicatut, dibajak oleh segelintir kroni penguasa yang tak lagi mengenal rasa malu dan harga diri.

Dari fakta yang ada saat ini, Apalagi dari serangkaian kerugian negara yang semula kasus korupsi berada pada nilai yang terungkap hanya sebatas 1~2 milyar, lalu belakangnya menjadi naik secara signifikan menjadi 10~20 milyar, lantas terus meningkat menjadi 100~200 dan setelahnya seakan tak terbendung, korupsi di Indonesia pun menyentuh angka 1~2 Triliun, selanjutnya seolah-olah tanpa kendali angka tersebut meningkat fantastis hingga mencapai 10 sampai 90 Triliun, dan sekarang terkesan negara tidak lagi kuasa membela dirinya yang tergerus sehingga mudah dikendalikan oleh pemerintah yang acapkali lalai, dimana angka korupsi semakin terlihat unlimited dari aksi bar-barian ini dengan pembuktian mereka yang mampu merugikan negara hingga ratusan triliun pada akhirnya. Adanya KPK, Kejaksaan,  Kepolisian, serta oknum-oknum penegak hukum, seakan-akan tak berkutik dan menjadi tumpul, manakala kasus korupsi tersebut semakin memuncaki klasemen besaran kerugian negara yang dibukukannya. 

Belum lagi masyarakat mempertanyakan peran Inspektorat di setiap kementerian dan lembaga yang sama sekali tidak pernah menampakkan hasil apapun pada setiap temuannya, sedangkan gaji buta yang mereka terima dari pajak rakyat itu hanya menjadi beban APBN setiap tahunnya. Kesemuanya itu pada gilirannya menjadi pertanyaan masyarakat, apakah Sesungguhnya sebutan kedaulatan rakyat itu masih diakui negara atau tidak. Sekiranya pun tidak, maka tidak ada salahnya rakyat mengusulkan agar antara negara dengan rakyatnya berkomitmen untuk pecah kongsi. Sehingga rakyat tidak perlu lagi membayar pajak-pajaknya yang diperuntukkan secara menyimpang oleh pemerintah. Sehingga negara tidak perlu hadir guna menyelamatkan masa depan warga negaranya melalui perwakilan pemerintah yang semestinya mampu dipaksa untuk memberantas korupsi dan penyalah gunakan kewenangan yang mereka pikul dari amanat konstitusi yang disepakati bersama.

Drama murahan atas pertentangan antar rezim dari siapa pun yang memimpin negeri ini, guna mengklaim keberhasilan, sekaligus mengkonfirmasi kepada rakyat untuk mengatakan bahwa pada era kepemimpinannya kondisi bangsa ini lebih baik dan mengalami kemajuan, sesungguhnya hanya berita hoaks bila parameter itu disandingkan dengan keadaan riil dari kenyataan hidup masyarakat pada masanya. Pertikaian politik yang sering dipertontonkan oleh penguasa dengan rivalnya yang berasal dari kelompok oposisi pun acapkali berhasil mengalihkan perhatian rakyat atas kegagalan dari apa yang dirasakan masyarkat sesungguhnya. Jika di era Orde lama masyarakat masih bingung dengan hak-hak dan kewajiban negara terhadap rakyatnya, sehingga dengan mudah negara mengutip ungkapan Jhon F Kenedy yang mengatakan "Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negara", maka di era Orde baru justru hal itu direnggut secara otoriter dari pola kepemimpinannya. 

Kenyataan pada masa Era Reformasi sekarang pun tak kalah pahitnya, hak-hak dan kewajiban negara terhadap rakyat itu semakin sirna, hingga tidak lagi bisa dipertanyakan oleh setiap masyarakat saat ini. Banyaknya proyek mangkrak serta kasus-kasus korupsi dan peristiwa fakta kerugian negara seperti Bailout Bank Century senilai 6,7 triliun tahun 2008, kasus BLBI tahun 2003 yang mencatatkan kerugian negara sebanyak 138 triliun, Kasus penyerobotan lahan negara untuk perkebunan kelapa sawit di Indragiri Hulu yang merugikan negara sebanyak 104 triliun, Kasus kondensat ilegal di kilang minyak Tuban, Jatim senilai 35 triliun, serta kasus bobolnya beberapa asuransi baik Asabri, Jamsostek serta lainnya, termasuk kasus tambang Timah 271 triliun yang mencuat saat ini. Tentu saja menambah luka bathin masyarakat secara mendalam pastinya. Sehingga, menjadi wajar pula jika Program Hilirisasi pemerintah saat ini pun harus dicurigai, jangan sampai malah menjadi sarana konfirmasi untuk melegalkan pemerintah atas diamnya rakyat yang seolah-olah menyetujui untuk menguras kekayaan bangsa ini bagi kepentingan segelintir oknum penguasa saja. 

Semestinya rakyat tidak perlu lagi mendengar iming-iming kesejahteraan. Sebab jargon itu memang selalu dihembuskan, baik saat kekuasaan ORLA dan 32 tahun masa ORBA berkuasa. Bahkan hingga sekarang setelah 26 tahun era reformasi pun, hal itu cuma OMONG KOSONG yang tanpa bisa dibuktikan sama sekali. Permainan index kesejahteraan dan harapan hidup dalam berbagai tabulasi yang di informasikan kepada masyarakat hanya nuansa akal-akalan yang sesungguhnya tidak terkorelasi dengan fakta riil untuk bisa dipegang sebagai kenyataan hidup dari rakyat saat ini. Apalagi mengamati perjalanan kepemimpinan Jokowi yang telah melewati 9 tahun pun nyatanya tidak merubah nasib rakyat sama sekali. Dimana sektor pangan semakin melemah hingga bergantung dengan negara lain, ditambah utang negara yang tampak semakin menggunung, sehingga kebanggaannya hanya terletak pada bagaimana menggunakan APBN dalam skala pembangunan infrastruktur semata, walau rebound investasi kearah itu sampai detik ini pun belum terjadi guna mengembalikan besaran investasi yang telah ditanamkannya.

Pada akhirnya, sikap masyarakat dalam merespon kejahatan korupsi, tentu ada yang tampak marah, namun ada pula yang hampir tidak lagi perduli. Walau Negara dirasakan tidak pernah mampu menekan setiap pemerintahan yang korup, sehingga pada gilirannya masyarakat dibuat pesimis terhadap fakta berlangsungnya demokratisasi dibalik sistem pemilu yang hanya menjadi celah munculnya kejahatan penguasa baru. Bahkan hal itu semakin tampak ketika saat ini harapan pada nilai-nilai good governance atas peran serta masyarakat bagaikan fasilitas tipu muslihat guna melegitimasi aturan main dari setiap kebijakan pemerintah yang sekedar menguntungkan kroni-kroni mereka semata, hingga tidak berfungsinya good government sebagai pedoman pengendalian management tata kelola negara yang memungkinkan hal itu dijalankan sesuai dengan amanat konstitusi yang semestinya dipijak. Masyarakat pun semakin muak dengan perilaku pejabat yang tidak lagi merepresentasikan aspek moralitas berbangsa dan bernegara. 

Kelangsungan pemilu sebagai sarana demokrasi rakyat tidak lagi menjadi cermin terhadap representasi pemikiran, moralitas apalagi terhadap indeks kebahagiaan yang menjadi nilai-nilai yang terdapat didalamnya. Khususnya terhadap aturan netralitas mereka dalam menerapkan pemilu yang berazaskan Jurdil dan Luber, serta batasan-batasan yang layak untuk mereka perhatikan dalam setiap tindakan dan perilakunya selaku petugas negara. Bahkan tak sedikit yang mengkaitkan bahwa pejabat itu setara elektoral yang diraihnya. Toh pada gilirannya, amanat suara rakyat itu akan dikaburkan, disalahgunakan, ditukar guling bagi kepentingan mereka sendiri untuk memperkaya dan membangun legitimasi kekuasaannya, hingga mengakomodir kekuatan tersendiri guna menciptakan dinasti politik bagi kelanggengan kekuasaannya semata. Demi tujuan itu, tak heran jika mereka membagi-bagikan sejumlah uang atau berang yang biasa dikenal dengan sebutan serangan Fajar / Money Politik kepada masyarakat yang seolah-olah menjadi tindakan yang legal pula sekarang ini.
Sourch : https://www.facebook.com/groups/402622497916418/?ref=share
*KotaTangsel.com*

Tuesday, December 15, 2020

MENGENAL AGAMA JAWA


MENGENAL AGAMA JAWA
Agama Jawa, berdasarkan disertasi Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M. Hum. yang sudah diuji dihadapan para penguji secara akademis, “Agama Jawa” itu ada, nyata, dan eksis berkesinambungan hingga sekarang. Asal dan keberadaannya jauh sebelum era Hindu-Buddha masuk ke Nusantara, yang artinya sangat jauh sekali sebelum era Islam masuk ke Nusantara.
.
Keaslian Jawa yang senantiasa dipertahankan, menyebabkan lahirnya istilah-istilah : Hindu Jawa, Islam Jawa, Cina Jawa, Buddha Jawa, dst nya. Itu sebenarnya adalah indikasi bahwa, di Jawa ini sudah ada pranata moralitas dan spiritual tersendiri (Agama Jawa), yang unik dan khas, namun seiring berjalannya waktu dimana pengaruh Agama-Agama dari luar Nusantara masuk kedalam Nusantara dan berbaur dengan rukun dan damai, terjadilah sinkretisme diantara keduanya. Dan berdasar penelitian memang demikian adanya, bahwa di Jawa ini jauh sebelum Hindu-Buddha dan Islam masuk, telah ada dan hidup secara nyata apa yang disebut sebagai “Agama Jawa” itu.
.
Hakikat pencarian “Urip” dalam Agama Jawa, adalah menemukan “Kayu Gung Susuhing Angin”. Manakala mampu menemukan “Kayu Gung Susuhing Angin” itu, kelak akan dengan mudah dan selamat menuju “Sangkan Paraning Dumadi”. Suasana batin akan semakin plong, bolong, dan suwung, pada saat fenomena ajaib itu dapat diraih.
.
Karakteristik agama selalu berpikir pada hal-hal ghaib. Fakta-fakta keagamaan Jawa, yang bergerak pada hal-hal Ghaib cukup banyak. Berbagai ritual di Gunung Lawu, Gunung Kemukus, Gunung Sambil, Gunung Kawi, dan lain-lain adalah contoh praktik keagamaan Jawa. Contoh ini mengindikasikan hadirnya kepercayaan religius orang Jawa.
Konteks kehidupan agama Jawa itu kompleks. Ada yang mengasumsikan, agama Jawa adalah Klenik. Kata klenik sendiri berasal dari kata “klenikan”, artinya berkomunikasi dengan berbisik-bisik. Klenik tersebut berupa kata-kata sakral dan mantra, untuk membangun aroma spiritualitas. Pembicaraan dalam ranah yang sepi, kondisi “Suket godhong ora kena krungu” , itulah ciri klenik. Yang dicari pergulatan klenik adalah inti spiritualitas Jawa.
.
Ekspresi Agama Jawa jelas bervariasi. Tidak ada aturan baku dalam menjalankan agama Jawa. Ekspresi itu sebuah fenomena, yang kadang-kadang sulit dijangkau oleh nalar sehat. Fenomena religius Jawa dapat dibagi menjadi dua kategori : 

(1). KEPERCAYAAN
(2). RITUS

Agama Jawa Bukan Buddhisme
.
Banyak yang beranggapan Agama Jawa adalah penyebutan atau nama lain dari Buddhisme yang berkembang di tanah Jawa. Tapi anggapan ini tidak benar. Bahwa pernah terjadi sinkretisme diantara keduanya di jaman dulu kala, itu memang benar. Tetapi Agama Jawa berbeda dengan Buddhisme.
.
Buddhisne menyatakan diri sebagai moralitas tanpa Tuhan dan atheisme tanpa hakikat. Memang dalam beberapa vihara Buddhisme, ada yang memandang Sang Buddha sebagai Tuhan, dia memiliki candi sendiri dan sebagai objek pemujaan, tapi cara membukanya sangat sederhana, yakni hanya dengan mempersembahkan sesaji berupa bunga-bunga dan memuja barang-barang sakral atau patung-patung sakral. Ini adalah sekedar bentuk pemujaan yang bersifat “mengingat”. Penuhanan Buddha ini hanya khas bagi apa yang dinamakan Buddhisme Utara. Sedangkan bagi Buddhisme Selatan memandang Sang Buddha adalah manusia yang memiliki kejutan luar biasa melebihi kekuatan manusia biasa.
.
Berbeda dengan Buddhisme tersebut, Agama Jawa, “tetap meyakini adanya Tuhan”, ialah IA yang “Tan Kena Kinaya Ngapa”. Agama Jawa selalu berkiblat pada Tuhan sebagai sumber pemancar hidup. Meskipun demikian, Agama Jawa juga bukanlah Islam bukan pula Hindu. Ketika dijabarkan dengan mendetail, asalkan kita objektif maka kita akan menemukan bahwa Agama Jawa bukanlah produk turunan dari Islam maupun Hindu.
.
“Teosofi” adalah paham yang dianut oleh agama Jawa. Theos berarti Tuhan dan Sofia berarti Cinta. Teosofi adalah ilmu Ketuhanan yang cinta Kebijaksanaan (kesempurnaan). “Ngudi kasampurnaning hurip nggayuh kamardhikan”.
.
Teosofi Jawa didasarkan pada paham “monistik” dan “panteistik”. Monistik adalah pandangan bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu berada, memancar dalam diri manusia dan alam semesta. Sementara Panteistik artinya, seluruh alam semesta menyatu ke dalam Tuhan. Monistik dan Panteistik selalu berjalan seiring dalam Agama Jawa. Keduanya diyakini selalu ada, tidak dapat dipisahkan.
.
Pemujaan roh (spirit cults), merupakan perwujudan spiritualisme asli orang Jawa. Pemujaan dilakukan pada ruang yang dipandang sakral (wingit), misalkan di bawah pohon besar, di dekat mata air pegunungan, di makam leluhur, di sendang atau sungai yang pernah menjadi petilasan bertapa, dan sebagainya. Pemujaan roh dan benda-benda itu muncul, karena sebelum Hinduisme datang, orang Jawa telah hidup teratur dengan animisme-dinamisme sebagai akar religiusitasnya dan hukum adat sebagai pranata sosial mereka. Seperti misalnya, selamatan, kepatuhan terhadap numerologi kalender Jawa, dan keyakinan terhadap sedulur papat limo pancer (Sebuah konsep tua di Jawa tentang makhluk suci penjaga diri manusia). Akar Agama Jawa itu yang menyebabkan hadirnya ruang-ruang spiritual semakin bertambah.
.
Pada dasarnya, ruang spiritual yang sering dihadiri Penghayat guna mengaktualisasikan laku budi luhur dan budi pekerti, terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu : (1) Petilasan, (2) makam, (3) gunung, (4) air.
.
Manembah Dan Nguja Rasa

“Manembah” berasal dari kata “sembah” yang berarti menghormati dan memuja. “Manembah” sebenarnya sebuah upaya “nguja rasa”, artinya membebaskan rasa dari kungkungan raga. “Nguja Rasa” akan melahirkan kebebasan rasa, sehingga suasana semakin khusyuk dapat merasuk ke semak-semak spiritual. Menurut pemahaman Kejawen, maka manembah adalah menghormat dan memuja hanya kepada “TUHAN” (Ingsun). Jadi “tataning manembah” atau tata-cara menyembah adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan atau kelompok untuk berkomunikasi dengan “Ingsun”. Orang yang senantiasa Manembah, hidupnya akan tenang, tidak menginginkan hal-hal yang bukan jatahnya (ngangsa).
.
Biasanya Manembah ada yang diwujudkan dalam bentuk semedi, ritual, dan mantra. Manembah merupakan upaya pembersihan diri baik dari sisi jasmani atau badaniah maupun dari sisi rohani atau batiniah. Orang-orang Jawa selalu menyebut “Manembah mring Hyang Maha Agung” sebagai kewajiban luhur. Manembah dilakukan dalam bentuk pemujaan, berbakti, sembah, dan “manungku puja”.
.
“Manembah” merupakan jalan hidup agar orang Jawa benar-benar selamat menuju alam “Kasidan Jati”. Hakikat “Kasidan Jati” adalah suasana spiritualitas Jawa yang sangat amat misterius. Hidup di dunia yang dicari dan yang ingin diperoleh menurut orang Jawa antara lain adalah: “anggayuh kautamaning urip, rahayu slamet ana ing donya sak akherate kanggo pribadine dhewe lan kanggo sakkeluargane sakpiturune”.
.
Mengenai “Kasidan Jati” atau mati yang sebenar-benarnya, dalam hal ini bila seseorang telah memahami dan meyakini “Sangkan Paraning Dumadi” dan melaksanakan dengan benar dan baik tentang “Manunggaling Kawula lan Gusti”. Maka pada saat dipanggil kembali oleh Sang Pencipta, akan menghadap pada Tuhan Yang Maha Esa, dengan “Kasidan Jati” yang sebenar-benarnya mati yang terpuji, kematian yang sejati.
.
Semua orang bisa mengalami “Kasidan Jati”, yaitu apabila selama hidupnya manusia tidak melanggar “tata paugeraning urip”, selalu “tepa selira” atau tidak memaksakan kehendak sendiri dan atau tidak suka memaksakan diri tetapi hidup apa adanya (sak madya), tidak mengumbar hawa nafsu angkara murka, bisa dan selalu mengendalikan diri, berani melakukan laku batin atau tirakat, kuat doanya, mau dan senang beramal, bisa hidup bersama dengan tetangganya yang berbeda-beda.
.
Demikianlah sekilas ulasan mengenai “Agama Jawa”, Agama tanpa Kitab tercetak dan tertulis. “Anane namung Kitab tanpa Tulis, Kitabe Alam Kasunyatan kang gumelar, Agama tanpa Nabi, Nabine yo dhiri sejatimu dewe.”

.
#Dikutip dari berbagai sumber
#Penghayat kepercayaan kepada TYME
#Rahayu sagung dumadi saindengin buana
#Rahayu Rahayu Rahayu  🙏🙏

Wednesday, December 9, 2020

Kisah Gus Dur Ganti Nama Irian Jadi Papua, Ini Alasan di Baliknya

Kisah Gus Dur Ganti Nama Irian Jadi Papua, Ini Alasan di Baliknya

Peran Presiden ke-empat Kiai Haji Abdurrahman Wahid alias Gus Dur tak kuasa dilepaskan dalam memberikan spirit kemanusiaan di Tanah Papua agar terbebas dari diskriminasi, marjinalisasi dan krisis di segala bidang.

Seperti dilansir dari NU Online, Senin (19/8/2019), seorang santri Gus Dur asal Kudus, Nuruddin Hidayat mengatakan, pada 30 Desember 1999 atau 2 bulan 10 hari setelah dilantik menjadi presiden, Gus Dur berkunjung ke Papua (saat itu Irian Jaya).

Lawatan Gus Dur bukan tanpa alasan. Ada dua tujuan dalam kunjungan tersebut. Pertama: berdialog dengan berbagai elemen di Papua. Kedua: melihat matahari terbit pertama milenium ke-dua pada 1 Januari 2000.

Persamuhan dengan berbagai elemen digelar pada 30 Desember 1999 jam 20.00 waktu setempat

Lokasinya di gedung pertemuan Gubernuran di Jayapura. Meski dengan cara perwakilan, banyak sekali yang datang karena penjagaan tidak ketat.

Gus Dur mempersilakan mereka berbicara terlebih dulu. Mereka angkat suara dari yang sangat keras dengan tuntutan merdeka dan tidak mempercayai lagi pemerintah Indonesia hingga yang memuji tapi dengan berbagai tuntutan.

Kemudian, Gus Dur merespons mereka. Banyak hal ditanggapi. Tapi yang penting ini, Gus Dur mengatakan: "Saya akan mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua, alasannya?”

Gus Dur lantas mengatakan, "pertama, nama Irian itu jelek." "Kata itu berasal dari bahasa Arab yang artinya telanjang. Dulu ketika orang-orang Arab datang ke pulau ini, menemukan masyarakatnya masih telanjang, sehingga disebut Irian."

Lalu, Gus Dur melanjutkan, "kedua, dalam tradisi orang Jawa kalau memiliki anak sakit-sakitan, sang anak akan diganti namanya supaya sembuh. Biasanya sih namanya Slamet, tapi saya sekarang ganti Irian Jaya menjadi Papua."

Masih mengutip dari NU Online, seorang antropolog bahasa Melanesia mencari asal-usul kata Irian yang diceritakan Gus Dur, tapi tidak pernah menemukannya (kalau tidak ketemu, tidak berarti tidak ada kan? Ini benar-benar cara Gus Dur memecahkan masalah rumit dan besar seperti masalah Papua dengan humor).

Sohibul riwayah, Ahmad Suaedy menduga mengapa Gus Dur menggunakan alasan bahasa Arab dan tradisi Jawa? Gus Dur mencoba 'menenangkan' hati orang-orang Islam dan orang-orang Jawa yang berpotensi melakukan protes.

Selain hormat dengan teladan, prinsip, dan keberanian Gus Dur, Manuel Kaisiepo (2017) memiliki cerita.

Menteri Negara Percepatan Kawasan Timur Indonesia era Presiden Megawati itu mengisahkan, ketika Kongres Rakyat Papua akan diselenggarakan, Gus Dur menyetujui kongres tersebut dilaksanakan.

Ketika kongres itu mau diadakan, semua orang protes. Itu separatis. Tetapi presiden (Gus Dur) menyetujui kongres itu diadakan.

Bahkan, Gus Dur juga akan membantu terselenggaranya acara kongres tersebut, yaitu dengan memberikan bantuan pendanaan. Ini langkah Gus Dur yang dianggapnya nyeleneh, lain daripada yang lain.

Saat Gus Dur menemui kelompok pro-kemerdekaan tersebut, banyak orang yang protes dan mengira bahwa Gus Dur menyetujui keberadaan mereka.

Gus Dur menegaskan bahwa semua yang ada di Papua adalah saudara-saudara dirinya, saudara sebangsa dan sesama manusia. Hal ini dilakukan Gus Dur tak lain untuk membangun kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah.
NU Online/Fathoni
https://www.suara.com/news/2019/08/19/143710/kisah-gus-dur-ganti-nama-irian-jadi-papua-ini-alasan-di-baliknya?page=2

Thursday, November 12, 2020

Founding Father Indonesia Maju

 

INDONESIA SEBAGAI PUSAT PERADABAN MASA DEPAN: 

Founding Fathers Bangsa Telah Menyiapkannya


1

Tahukah Anda bahwa hari Pahlawan 10 November, bukanlah hari perang dengan Belanda (saja) pada tahun 1945, tapi dengan tentara Sekutu? Tahukah Anda bahwa hampir tidak ada negara tetangga kita, atau negara di Asia, yang diserang oleh tentara Sekutu, atau tentara asing, segera setelah proklamasi kemerdekaannya, selain Indonesia? Tahukah pula Anda, bahwa baru pertama kali itulah, ada suara-suara menolak tentara asing secara bersama, dari orang-orang di seluruh daerah di Indonesia? Tahukah pula Anda, seorang Laksamana Madya Jepang, Shibata Yaichiro, memihak Republik dan memberi akses kepada rakyat Surabaya untuk mengambil senjata Jepang?


Tahukah Anda, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, 85 hari sebelumnya, adalah pernyataan kemerdekaan sepihak tanpa perundingan dengan negara manapun? Tahukah pula Anda, bahwa hal ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah modern dunia pada 17 Agustus 1945 tersebut? 


Tahukah Anda, selain beberapa raja di Jawa, Raja Bone (Arumpone) La Mappanjuki, juga segera mengakui kepemimpinan di Jakarta? Dan itu bukan untuk kepentingan kekuasaan, karena bersama raja-raja Makasar dan Bugis, mengakui kepemimpinan gubernur Sulawesi, G.S.S.J. Ratulangie (1890-1949), seorang Kristen Menado. Juga raja-raja Bali yang umumnya Hindu, segera mengakui kepemimpinan Republik. 


Itulah kekuatan Pancasila. 


2

Tahukah pula Anda, bahwa undangan peringatan kemerdekaan yang disebar kepada dutabesar negara sahabat, tidak pernah dihadiri oleh duta besar Belanda hingga tahun 2004? Dan ketika untuk pertama kalinya perwakilan Belanda hadir pada 17 Agustus 2005, bukan Ratu Beatrix yang datang, bukan pula Perdana Menteri Jan Peter Balkenende. Yang datang adalah Menteri Luar Negeri Belanda, Bernard Bot, yang lahir di Indonesia pada 21 November 1937, di tahun yang sama dengan tahun kelahiran Ibu saya.


Tahukah pula Anda, bahwa selama 1946-1949, Australia bersedia menjadi wakil Pemerintah Indonesia di sejumlah persidangan di PBB, sementara rakyat Indonesia berdarah-darah mempertahankan kemerdekaannya? Tahukah Anda, bagaimana perjuangan luar biasa Indonesia, dari status tak diakui oleh negara-negara di dunia, menjadi negara yang menginspirasi negara-negara di Asia dan Afrika 10 tahun kemudian pada 1955? Apakah hal itu bisa dibayangkan oleh rakyat sebelum kemerdekaan? Mengapa ada orang gila yang bisa mewujudkan yang tidak mungkin seperti itu?


Tahukah pula Anda, Inggris yang tentaranya merupakan salah satu yang terbanyak dan terkuat dalam tentara Sekutu yang menyerbu Indonesia pada November 1945, dua tahun kemudian menolak proposal Belanda tentang Indonesia? Apa yang dikatakan Inggris? Belanda harus membicarakannya dengan para pendukung republik! Mengapa Inggris berubah pikiran? Karena awalnya Inggris mengira proklamasi 17 Agustus 1945 hanya kerjaan segelintir elit orang Indonesia, tapi kemudian melihat fakta bahwa hingga lapis terbawah rakyat Indonesia, menolak kedatangan tentara Inggris! Bahkan 4 tahun setelah proklamasi, Inggris menjadi pendukung Indonesia di PBB. 


3

Tahukah Anda, pada tahun 1945 itu, lebih banyak rakyat Indonesia yang terpelajar, yang ragu atas proklamasi kemerdekaan Indonesia, dibanding yang yakin bahwa langkah itu adalah langkah yang benar? Bagi banyak orang terpelajar itu, cerita kekejaman Belanda dan Jepang tidak cukup untuk meyakini langkah berani yang dilakukan oleh founding fathers bangsa. Perubahan yang besar, selalu lebih banyak memunculkan penentang, daripada pendukung.


Untunglah, ada seorang Soekarno yang bisa menyampaikan pidato yang menggelegar, yang menginspirasi, yang menyebabkan rakyat yang sebetulnya masih minoritas, turut berteriak membahana. Untunglah, barisan minoritas rakyat yang semangat ini bisa mengawal proklamasi itu. Untunglah ada barisan founding fathers yang telah memikirkan berbagai langkah, walau dengan tergesa, dalam suasana ketakpastian yang luar biasa.


Tapi tahukah Anda, dengan lebih banyak orang yang ragu di Indonesia, dan lebih banyak lagi yang terkejut di Belanda, ada 4 wanita Belanda yang bertolak dari Pelabuhan Rotterdam pada 6 Desember 1946, menuju Indonesia untuk turut mendukung kemerdekaan Indonesia? "Saya diantar orang tua yang menangis-nangis. Mereka tidak keberatan saya berpihak kepada Indonesia. Mereka keberatannya saya pergi jauh," demikian kata salah seorang dari 4 wanita Belanda itu.


4

Founding fathers kita memang luar biasa. Mereka tidak memulai negara ini dengan klaim sepihak. Misalnya, Indonesia harus berbasis Islam. Indonesia harus berbasis komunis. Indonesia harus berbasis demokrasi modern.


Tapi apa yang dilakukan oleh mereka? Mereka memulainya dengan konsensus, yang walaupun melelahkan, dan membutuhkan waktu, tapi amat penting untuk memberi dasar yang kuat bagi bangsa ini. Tidak seperti negara tetangga yang "dihadiahi" kemerdekaan oleh penjajahnya, dengan pengaturan oleh sang mantan penjajah.


Sebagian founding fathers bangsa menuliskannya, tapi dalam bentuk gagasan terbuka, yang merangsang pemikiran. Mereka menyiapkan dirinya untuk menerima gagasan apa pun yang lebih baik, atau terbuka terhadap sinergi pemikiran. Mereka menaruh hormat yang tinggi terhadap beragam pemikiran yang berbeda. Sebagian mereka itu sungguh berjiwa negarawan, sekaligus cendekiawan.


Akhirnya, muncullah Pancasila, Mukadimah UUD 45, prinsip negara kesatuan, dll. Betapa gigihnya mereka untuk menangkap aspirasi setiap kelompok masyarakat dan daerah, dan menemukan butir-butir yang diterima oleh semua, yang disepakati bersama. Selama masih ada perbedaan pandangan, dicarilah prinsip-prinsip yang lebih mendasar, yang akhirnya diterima bersama.


5

Dari hasil rembug bersama seluruh kelompok masyarakat dan daerah, disepakatilah 5 butir yang mendasari kehidupan bersama. Elaborasi dari 5 kesepakatan dasar itu diberi pengantar kata-kata berikut.


"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."


"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."


"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."


6

Perjuangan berbasis kesepakatan bersama, dimulai jauh sebelum hari-hari atau tahun-tahun menjelang kemerdekaan, yaitu belasan tahun sebelumnya. Pada saat itu, pemuda-pemudi dari seluruh Indonesia, sebelum kita diikat dengan nama INDONESIA, bisa berkumpul bersama pada 28 Oktober 1928, untuk menyepakati landasan bersama, dan mimpi-mimpi bersama.


Pertama Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia. 

Kedoea Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. 

Ketiga Kami poetra dan poetri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.


Firstly We the sons and daughters of Indonesia, acknowledge one motherland, Indonesia. 

Secondly We the sons and daughters of Indonesia, acknowledge one nation, the nation of Indonesia. 

Thirdly We the sons and daughters of Indonesia, respect the language of unity, Indonesian.


Suatu masterpiece kesepakatan bersama, yang singkat, padat, tapi kuat. Suatu masterpiece yang agung, yang menghadirkan jiwa-jiwa dengan kehendak untuk hidup bersama, berjuang bersama, maju bersama. Masterpiece yang dikumandangkan oleh barisan pemuda-pemudi, dari yang keriting, lurus, putih, hitam, sipit, melotot, pendek, maupun tinggi, tapi dengan merah-darah yang sama, putih-tulang yang sama, dari berbagai pulau, yang belum bernama INDONESIA.


7

Founding fathers kita memang luar biasa. Mereka tidak hanya merumuskan hal-hal yang diperlukan bagi kehidupan bersama di dalam negara yang namanya Indonesia. Mereka merumuskan juga prinsip-prinsip kehidupan bersama di bumi ini, dengan menghargai hak setiap bangsa untuk hidup merdeka.


Karena itu saya pernah bilang, Indonesia akan menjadi pusat peradaban berikut di bumi ini. Mengapa? Karena memiliki keunggulan dari superpower saat ini yaitu Amerika. Amerika Serikat bisa menganggap dirinya pusat peradaban saat ini. Dan mereka memang layak mencapai puncak, karena nilai-nilai luhur yang dikembangkan founding fathers-nya, dan yang berkembang dalam masyarakatnya.


Tapi dalam hubungan internasional, Amerika tidak mendasarkan kebijakannya pada prinsip-prinsip etika pergaulan intenasional yang baik. Mereka banyak melanggar hukum internasional, misalnya menyerang Irak tanpa mandat dari PBB, melakukan kebohongan dalam usaha menjatuhkan Suriah, dll.


Indonesia akan menjadi pusat peradaban berikut, bukan hanya karena founding fathers kita telah menciptakan landasan kehidupan bersama yang baik, tetapi juga karena berpotensi untuk membangun hubungan antar-negara yang didasari sikap saling menghormati. Founding fathers kita telah menciptakan prinsip-prinsip untuk kehidupan bersama antar-negara, yang bisa menginspirasi negara-negara di dunia.


8

Mari kita perhatikan bagaimana untaian kata yang baik dan indah dirumuskan oleh founding fathers kita, yang diabadikan dalam UUD 1945. Pemerintah Negara Indonesia dibentuk tidak hanya untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pemerintah Negara Indonesia juga dibentuk untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.


Inilah satu dari sedikit piagam kemerdekaan bangsa di dunia, yang tidak hanya melihat ke dalam, tapi juga membuka pandangan luas ke luar. Dan pernyataan lantang dalam UUD 1945 disampaikan tanpa menunggu diskusi-diskusi di PBB. Rumusan tujuan-tujuan mulia diarahkan bukan hanya untuk segenap bangsa Indonesia, tapi juga untuk bangsa-bangsa di dunia.


Founding fathers kita jelas sangat mengetahui, bahwa pernyataan kemerdekaan sepihak, tanpa melalui PBB, memiliki risiko untuk mendapatkan perlawanan dari para penjajah. Atmosfer saat itu masih dikuasai oleh rasa kebesaran bangsa-bangsa berdasarkan kemampuannya untuk menang, untuk menaklukkan, untuk menjajah. Tapi sungguh luar biasa, di tengah ancaman perlawanan dan penyerangan, tidak ada satu kata pun dalam UUD 1945, yang menggelorakan kesiapan untuk berperang melawan serangan dari luar.


Founding fathers kita memutuskan untuk tidak menggunakan kata-kata negatif, kata-kata pesimis, kata-kata defensif yang menggambarkan pertahanan diri untuk melindungi dari kemungkinan serangan. Founding fathers kita memutuskan untuk menggunakan kata-kata positif, yang lahir dari keinginan baik, dan maksud-maksud yang luhur. Muncullah ajakan untuk bersama menjaga ketertiban dunia, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi bangsa-bangsa.


Itulah sebabnya, mengapa Indonesia bisa menginspirasi negara-negara di Asia dan Afrika untuk merdeka. Itulah pula sebabnya mengapa seluruh pimpinan negara-negara Asia dan Afrika, dengan ringan kaki dan bersemangat hadir di Bandung, Indonesia, 10 tahun setelah Indonesia merdeka, untuk menegaskan keinginan bersama, dengan tujuan baik dan mulia, sejalan dengan kata-kata dalam UUD kita. Dan nama “Bandung” dan angka “1955” ada dalam buku sejarah di hampir seluruh negara-negara Asia dan Afrika.


9

Founding fathers kita telah menyiapkan Indonesia sebagai pusat peradaban masa depan. Mereka mengajarkan kita untuk tidak cengeng, mengeluhkan apa yang ada di sekitar kita sekarang. Mereka mengajarkan kita untuk membangun mimpi masa depan, seperti yang dirumuskan dalam Sumpah Pemuda 1928. Mereka mengajarkan kita untuk berani melangkah, dengan landasan tujuan yang baik, indah, dan mulia.


Founding fathers kita telah menyiapkan Indonesia sebagai pusat peradaban masa depan. Mereka mengajarkan untuk berpikir positif tentang manusia-manusia, yang memang memiliki fitrah kecenderungan kepada kebenaran, kebaikan, ketulusan, keindahan, dan keluhuran budi. Karena itu mereka mengajarkan kita untuk tidak lelah menemukan prinsip-prinsip mendasar yang disepakati bersama, karena orang-orang itu pada dasarnya baik. Mereka juga mengajarkan kita untuk berpikir positif tentang bangsa-bangsa di dunia.


Itulah ajaran untuk menyiapkan kita, agar selalu menghargai saudara sebangsa, apa pun latar belakangnya, apa pun warna pandangannya. Itulah ajaran untuk menyiapkan kita menjadi pemimpin peradaban masa depan. Itulah ajaran untuk kita bersama mengalirkan kebaikan ke seluruh dunia, ke seluruh semesta.


Indonesia, 10 November 2020 

Muhamad AM


---

Perubahan dari tulisan pada 8 Maret 2018, tapi hanya di grup tertutup, dan tulisan di ruang publik, 17 Agustus 2018. Tulisan sebelumnya tanpa bagian 1 sampai 3. Serta ada satu bagian yang dihilangkan.

Monday, August 17, 2020

SEJARAH PLAT G DAN PLAT NOMOR KENDARAAN DI INDONESIA


Sejarah Plat nomor di Indonesia tak bisa dilepaskan dari sejarah kedatangan bangsa Inggris di Indonesia.

Tepatnya di tahun 1810, Inggris membawa 15.600 bala tentara dengan menaiki 60 kapal dari daerah koloninya di India yang didatangkan langsung ke Batavia untuk merebut Jawa dari tangan Belanda.
Sejumlah pasukan tersebut terbagi menjadi 26 batalion yang dinamai A-Z.

Saat Inggris menduduki Batavia mereka membuat aturan mengenai kendaraan di jalan raya. Inggris kemudian memberi tanda huruf B untuk kereta kuda agar mudah dikenali.
Mengapa huruf B?
Karena wilayah Batavia direbut oleh pasukan batalion B. Penomorannya sama seperti penomoran kendaraan sekarang di mana huruf B di depan diikuti dengan angka.

Setelah Batavia, wilayah yang selanjutnya diduduki pasukan Inggris ini adalah Banten yang dilakukan oleh pasukan batalion A. Kemudian di sana mereka juga menandai wilayah tersebut dengan kode A.

Wilayah selanjutnya yang direbut adalah Surabaya (batalion L) dan Madura (batalion M) pada tanggal 27 Agustus 1811.
Wilayah lainnya juga berhasil direbut oleh masing-masing batalion sesuai dengan huruf wilayah plat nomor kendaraan pada jaman sekarang.

Sedangkan Batalion G bergerak menuju Pekalongan sebagai daerah termaju di pantura Jawa Tengah bagian barat,melucuti senjata tentara Belanda dan hingga saat ini penggunaan plat G adalah merujuk pada Batalion G Pasukan Inggris yang mengambil alih kekuasaan di Pekalongan dan sekitarnya.
Hingga akhirnya keseluruhan pulau Jawa dapat
jatuh ke tangan Inggris pada tanggal 18 September 1811

Di beberapa daerah seperti Magelang (AA), Yogyakarta (AB) dan Solo (AD) memiliki dua abjad. Mengapa begitu?

Pada saat itu Kesultanan Mataram berdiri sendiri dan belum menjadi wilayah Belanda. Namun pada akhirnya, Kesultanan Mataram menyerah dan bergabung bersama Inggris. Sehingga, di beberapa daerah yang telah disebutkan dibekali batalion A dan batalion B untuk menjaga area Yogyakarta (diberi kode AB).
Adapun di area Magelang hanya disediakan batalion A saja sehingga diberi kode AA. Hal serupa juga ditemui di beberapa daerah lainnya.

Setelah Inggris menduduki Jawa, Sir Thomas Stamford Raffles akhirnya membentuk wilayah administratif atau Karesidenan sesuai kode batalion yang disebutkan sebelumnya.
Bahkan, saat Belanda kembali ke Indonesia di tahun 1816, sistem ini masih terus diterapkan hingga ke beberapa daerah di luar pulau Jawa seperti halnya Sumatera Selatan, Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku.
Kini wilayah Karesidenan tersebut lebih dikenal sebagai Ibu Kota maupun Kabupaten.

Plat nomor kendaraan di berbagai wilayah di Indonesia dibedakan sesuai karesidenan yang dahulunya diputuskan oleh Inggris

Namun perlu menjadi catatan bahwasannya kode C, I, J, O, Q, U, V, W, X, Y dan Z tidak diaplikasikan. Pasalnya batalion dengan kode-kode tersebut hanya menjadi pasukan Back-Up saja atau Reserve Unit kala itu. Khusus kode W dan Z memiliki sisi historisnya sendiri yang kini ternyata diaplikasikan tanpa mengadopsi sistem batalion tersebut.
Ya, kode wilayah W untuk Sidoarjo, dahulu masih satu kesatuan dengan Surabaya berkode L. Namun semenjak tahun 2000, Polres Gresik dan Sidoarjo  menetapkan kodefikasi sendiri menggunakan huruf W. Sedangkan Surabaya masih menerapkan kode L di bawah naungan Polrestabes Surabaya.

Sama halnya dengan kode Z yang sebelumnya masih berkode D yang merupakan Eks-Karesidenan Parahyangan

Wednesday, July 8, 2020

Metode Pengujian Air Mineral


*Metode Pengujian Air Minum Mineral yang Salah dan Menyesatkan*

Saat ini marak uji menyesatkan yang mencoba menipu konsumen, yang dimana Demo dilakukan dengan memasukkan alat listrik ke dalam air dengan hasil: ada air yang lampunya tidak menyala ketika dialiri listrik (air demineralisasi), dan ada air yang hasil nya lampu menyala (air mineral). *Jelas ini Metode yang salah, tidak Valid dan menyesatkan yang dilakukan oleh oknum yang tidak mempunyai kapasitas dan tidak kredibel di dalam Pemahaman Mengenai Pelaksanaan Metode Pengujian Keamanan Makanan dan Minuman.*

Air secara alami mengandung mineral sehingga bersifat konduktor dan menghantarkan listrik, sedangkan air yang didemineralisasi tidak akan menghantarkan listrik karena mineralnya telah dihilangkan. Kesimpulan menyesatkan diambil dengan menyatakan bahwa air yang lampunya menyala mengandung bahan berbahaya.

Air minum yang berkualitas diambil dari sumber pegunungan terpilih dan memerlukan ratusan eksplorasi untuk mendapatkan sumber yang baik. Air yang berkualitas ini secara alami mengandung berbagai jenis mineral alami yang sangat vital dan diperlukan oleh tubuh. Sudah banyak artikel, jurnal, dan ahli yang menekankan pentingnya seseorang untuk memenuhi asupan mineral. Itu sebabnya air yang mahal dan berkualitas di seluruh dunia adalah air yang mengandung mineral alami dan sudah pasti akan menyala terang jika dilakukan uji dengan alat tersebut.

Semua air minum mineral dalam kemasan yang beredar di Indonesia juga tentunya aman karena *sudah lulus uji dengan mengikuti Standard Nasional Indonesia (SNI 3553 2015 ) yang mengatur Standard Air Mineral.*

*Di dalam SNI 3553 2015 tersebut juga diatur proses Cara Uji dan Syarat Lulus Uji yang harus dijalankan oleh seluruh produsen Air Minum Mineral sebelum mendapatkan tanda kelulusan memenuhi Standar Nasional Indonesia dalam bentuk Sertifikat SNI.*

*Selain itu semua Produsen Air Minum Mineral harus mendaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan telah melalui proses Evaluasi terhadap Keamanan dan Mutu Pangan yang ketat, untuk mendapatkan Nomer Ijin Edar yang dikeluarkan oleh BPOM, sebagai tanda bahwa produk Air Mineral telah terdaftar dan Aman di konsumsi oleh konsumen.*

*Air demineralisasi (yang tidak menyala)  justru tidak baik bagi tubuh* Teknologi air demineralisasi atau yang sering disebut sebagai "air kosong" (tidak bernutrisi) digunakan secara luas untuk mengolah air pada pabrik pembuatan aki.

WHO telah menerbitkan artikel yang berasal dari puluhan literatur mengenai dampak kesehatan dari konsumsi air demineralisasi bagi kesehatan manusia yang bisa dibaca di link dibawah.

Literatur mengenai pentingnya mengkonsumsi mineral bagi tubuh:
https://nasional.kompas.com/read/2009/09/23/18454167/manfaat.mineral.buat.tubuh
https://doktersehat.com/fungsi-mineral/
https://medlineplus.gov/minerals.html
https://www.uofmhealth.org/health-library/ta3912
https://www.medicalnewstoday.com/articles/324910

Literatur WHO mengenai dampak dari konsumsi air demineralisasi (air kosong):
https://www.who.int/water_sanitation_health/dwq/nutrientschap12.pdf

Tuesday, June 30, 2020

Jangan BAU, Extraordinary Dong!


Oleh : Wahyu Indro widodo.

Dengan nafas yang masih memburu, Mbok Dasiyem membuka refrigerator di sebuah mini market untuk mengambil air dingin dalam kemasan. Sesekali tangannya menyeka turun masker lusuh yang basah oleh keringat, karena hangat nafasnya telah membikin kacamata tuanya mengembun, diapun dengan gontai berjalan kearah kasir.

Sungguh sepertinya tidak adil, Mbok Dasiyem datang ke mini market lokal itu untuk menyetor barang dagangan kripik kacang buatannya semalam untuk titip jual (konsinyasi) sedangkan ketika dia mengambil barang dagangan di toko itu harus membayar kontan. Itupun kalau barang dagangannya di toko rusak kemasanya atau dimakan tikus biasanya toko tidak bertanggung jawab.

Tapi hari ini Mbok Dasiyem merasa sudah sangat beruntung, karena setelah seminggu keliling menawarkan barang dagangannya baru toko ini yang mau mengambilnya. Mungkin si pemilik mini market bukan menilai kepantasan produk, tapi melihat dari sisi kemanusian si pembuat produk.

Hampir semua mini market menolaknya, dengan alasan formalitas kaku, baik dari kemasan kurang rapi, kurang higienis dan modern, belum ada barcode di kemasan, belum ada PIRT, belum ada IUMK, belum ada sertifikat halal, belum ada izin dinas terkait, belum pernah masuk TV dan persyaratan tetek bengek lainnya, yang mungkin lain kali harus ada sertifikat Rekor MURI agar bisa masuk ke toko modern yang berjudul Mart-Mart itu.

Belum lagi sikap dan perlakuan bagian pembelian (buyer) di toko-toko yang dia datangi, baru bertatap mata, belum mengatakan maksud dan tujuan, jawaban mereka seragam seperti suara koor paduan suaran,” maaf selama pandemi ini tidak menerima barang baru”. Dengan pongah mereka kadang bersikap seolah-olah melebihi pemilik toko itu, menolak dengan tidak sungkan.

Mbok Dasiyem sebenarnya adalah Pengrajin Souvenir Wisata Kipas dan Batik Kayu dari Desa Krebet, Bantul, namun dengan adanya pagebluk covid 19 ini meluluh lantakkan usahanya, sehingga terpaksa dia ganti haluan usaha sementara untuk bertahan hidup membuat keripik.

Sebenarnya yang dilakukan oleh mereka para Mbok Dasiyem – Mbok Dasiyem  sepenjuru Bantul dan Yogyakarta Raya itu adalah hanyalah menjaga ASA,  menjaga tubuh dan pikiran untuk tetap bergerak, tidak menyerah dengan keadaan dan berharap tetap sehat bergas waras, di tengah masif seramnya pemberitaan Corona.

Mereka tidak mengharap apapun apalagi muluk-muluk toh mereka juga awam apa artinya itu stimulus ekonomi, restrukturisasi fiskal, relaksasi pajak, insentif  usaha dan lain sebagainya. Mereka hanya ingin menjaga asa, namun apabila pemangku kepentingan di masa keadaan genting ini masih bersikap BAU (business as usual) tanpa ada langkah extra ordinary untuk merubah keadaan, berarti membiarkan simbok-simbok pelaku UKM itu mati, ngenes tak di ratapi.

Mbok Dasiyem mungkin tidak merasakan kehadiran pemda dan pemangku kepetingan atas pemberdayaan UKM disitu, lalu dimana pengejawantahan dari UU No 20 tentang UKM? Disitu dengan jelas tertulis bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek, Pendanaan, Sarana Prasarana, Kesempatan Berusaha, Promosi, Kemitraan, Dukungan Kelembagaan dll.

Sungguh miris sekali, ketika disuasana mencekam begini tidak ada tindakan yang berarti, mengelola sebuah daerah, departemen atau dinas tidak memeliki sense of crisis, business as usual, seperti nonton TV saja , cukup memantau dari remote control nggak usah ngantor lagi. cukup sesekali tampil di zoominar, webinar dan yutubinar, beres dah.

Sudah berapa banyak pengrajin bakpia, souvenir, pelaku usaha wisata, pegawai hotel, sampai tukang becak megap-megap mau mati? Seharusnya segala daya upaya dilakukan untuk membangkitkan asa, merubah keadaan, harusnya thinking outside of the box, working beyond the ticking of the clock. 

Video saya tautkan dalam tulisan ini adalah suatu hal yang seharusnya sudah dilaksaknakan para pemangku kepentingan dari bawah sampai atas, dari staff bolodupak sampai gubernur, tanpa menunggu teguran Presiden, "Jangan biasa-biasa saja. Jangan menunggu mereka mati, baru di bantu, Jangan sudah PHK gede-gedean baru ada stimulus. Jangan linear. Jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali, “Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan," ucapnya dengan nada tinggi.

Halah Jarkoni, gedang awoh pakel kowe (coba kamu yg mengerjakan, ngomong aja gampang) jangan cuman bacot doang, kasih masukan yang valid dong, mungkin demikian sangkalan miring bagi yang tersentil.

OK, sebagai penutup  saya akan kasih saran yang valid, yakni,” dalam masa krisis ini kalau masih berfikir dan bertindak BAU, mending kalian mengundurkan diri saja secara terhormat, kasih kesempatan kepada yang muda-muda, Kasihan juga pada negara atau perusahaan/pemilik usaha, karena kalian hanya sebagai beban, bukan bagian dari solusi.

Kasongan, Bantul 29/06/2020
Videos