Latest News

Tuesday, June 30, 2020

Jangan BAU, Extraordinary Dong!


Oleh : Wahyu Indro widodo.

Dengan nafas yang masih memburu, Mbok Dasiyem membuka refrigerator di sebuah mini market untuk mengambil air dingin dalam kemasan. Sesekali tangannya menyeka turun masker lusuh yang basah oleh keringat, karena hangat nafasnya telah membikin kacamata tuanya mengembun, diapun dengan gontai berjalan kearah kasir.

Sungguh sepertinya tidak adil, Mbok Dasiyem datang ke mini market lokal itu untuk menyetor barang dagangan kripik kacang buatannya semalam untuk titip jual (konsinyasi) sedangkan ketika dia mengambil barang dagangan di toko itu harus membayar kontan. Itupun kalau barang dagangannya di toko rusak kemasanya atau dimakan tikus biasanya toko tidak bertanggung jawab.

Tapi hari ini Mbok Dasiyem merasa sudah sangat beruntung, karena setelah seminggu keliling menawarkan barang dagangannya baru toko ini yang mau mengambilnya. Mungkin si pemilik mini market bukan menilai kepantasan produk, tapi melihat dari sisi kemanusian si pembuat produk.

Hampir semua mini market menolaknya, dengan alasan formalitas kaku, baik dari kemasan kurang rapi, kurang higienis dan modern, belum ada barcode di kemasan, belum ada PIRT, belum ada IUMK, belum ada sertifikat halal, belum ada izin dinas terkait, belum pernah masuk TV dan persyaratan tetek bengek lainnya, yang mungkin lain kali harus ada sertifikat Rekor MURI agar bisa masuk ke toko modern yang berjudul Mart-Mart itu.

Belum lagi sikap dan perlakuan bagian pembelian (buyer) di toko-toko yang dia datangi, baru bertatap mata, belum mengatakan maksud dan tujuan, jawaban mereka seragam seperti suara koor paduan suaran,” maaf selama pandemi ini tidak menerima barang baru”. Dengan pongah mereka kadang bersikap seolah-olah melebihi pemilik toko itu, menolak dengan tidak sungkan.

Mbok Dasiyem sebenarnya adalah Pengrajin Souvenir Wisata Kipas dan Batik Kayu dari Desa Krebet, Bantul, namun dengan adanya pagebluk covid 19 ini meluluh lantakkan usahanya, sehingga terpaksa dia ganti haluan usaha sementara untuk bertahan hidup membuat keripik.

Sebenarnya yang dilakukan oleh mereka para Mbok Dasiyem – Mbok Dasiyem  sepenjuru Bantul dan Yogyakarta Raya itu adalah hanyalah menjaga ASA,  menjaga tubuh dan pikiran untuk tetap bergerak, tidak menyerah dengan keadaan dan berharap tetap sehat bergas waras, di tengah masif seramnya pemberitaan Corona.

Mereka tidak mengharap apapun apalagi muluk-muluk toh mereka juga awam apa artinya itu stimulus ekonomi, restrukturisasi fiskal, relaksasi pajak, insentif  usaha dan lain sebagainya. Mereka hanya ingin menjaga asa, namun apabila pemangku kepentingan di masa keadaan genting ini masih bersikap BAU (business as usual) tanpa ada langkah extra ordinary untuk merubah keadaan, berarti membiarkan simbok-simbok pelaku UKM itu mati, ngenes tak di ratapi.

Mbok Dasiyem mungkin tidak merasakan kehadiran pemda dan pemangku kepetingan atas pemberdayaan UKM disitu, lalu dimana pengejawantahan dari UU No 20 tentang UKM? Disitu dengan jelas tertulis bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek, Pendanaan, Sarana Prasarana, Kesempatan Berusaha, Promosi, Kemitraan, Dukungan Kelembagaan dll.

Sungguh miris sekali, ketika disuasana mencekam begini tidak ada tindakan yang berarti, mengelola sebuah daerah, departemen atau dinas tidak memeliki sense of crisis, business as usual, seperti nonton TV saja , cukup memantau dari remote control nggak usah ngantor lagi. cukup sesekali tampil di zoominar, webinar dan yutubinar, beres dah.

Sudah berapa banyak pengrajin bakpia, souvenir, pelaku usaha wisata, pegawai hotel, sampai tukang becak megap-megap mau mati? Seharusnya segala daya upaya dilakukan untuk membangkitkan asa, merubah keadaan, harusnya thinking outside of the box, working beyond the ticking of the clock. 

Video saya tautkan dalam tulisan ini adalah suatu hal yang seharusnya sudah dilaksaknakan para pemangku kepentingan dari bawah sampai atas, dari staff bolodupak sampai gubernur, tanpa menunggu teguran Presiden, "Jangan biasa-biasa saja. Jangan menunggu mereka mati, baru di bantu, Jangan sudah PHK gede-gedean baru ada stimulus. Jangan linear. Jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali, “Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan," ucapnya dengan nada tinggi.

Halah Jarkoni, gedang awoh pakel kowe (coba kamu yg mengerjakan, ngomong aja gampang) jangan cuman bacot doang, kasih masukan yang valid dong, mungkin demikian sangkalan miring bagi yang tersentil.

OK, sebagai penutup  saya akan kasih saran yang valid, yakni,” dalam masa krisis ini kalau masih berfikir dan bertindak BAU, mending kalian mengundurkan diri saja secara terhormat, kasih kesempatan kepada yang muda-muda, Kasihan juga pada negara atau perusahaan/pemilik usaha, karena kalian hanya sebagai beban, bukan bagian dari solusi.

Kasongan, Bantul 29/06/2020

No comments:

Post a Comment