Libertarianisme adalah filsafat kebebasan. Berpandangan bahwa kebebasan adalah nilai sekaligus kondisi alamiah manusia.
Perihal kebebasan, tentu tidak mudah mendefinisikannya. Leonard Read, misalnya, memaknai kebebasan sebagai absennya pengekangan. F.A. Hayek menyebutnya sebagai kondisi di mana tiap-tiap individu bisa menggunakan seluruh kemampuannya untuk tujuan dirinya sendiri dan juga untuk memungkinkan setiap individu bisa bertindak sesuai keputusan mereka masing-masing.
Mungkin itulah definisi yang paling baik. Kebebasan adalah absennya paksaan maupun ancaman secara fisik. Tentang ini, John Locke mendefinisikannya secara apik melalui norma hukum:
The end of law is not to abolish or restrain, but to preserve and enlarge freedom: for in all the states of created beings capable of laws, where there is no law, there is no freedom. For liberty is to be free from restraint and violence from others which cannot be, where there is no law: but freedom is not, as we are told, a liberty for every man to do what he lists: (for who could be free, when every other man’s humour might domineer over him?) but a liberty to dispose, and order, as he lists, his persons, actions, possessions, and his whole property, within the Allowance of those laws under which he is; and therein not to be subject to the arbitrary will of another, but freely follow his own.
Artinya, individu yang bebas tidaklah tunduk pada kehendak orang lain. Individu yang bebas adalah mereka yang bisa melakukan apa saja selama yang itu terhadap diri dan propertinya sendiri. Dan kita hanya bisa memiliki kebebasan-kebebasan ini hanya jika ada hukum yang mampu melindunginya.
Meski sukar mendefinisikan kebebasan, kita tetap saja bisa mengenali aspek-aspek di dalamnya. Kebebasan berarti menghormati otonomi tiap individu, memandang setiap individu sebagai pemilik sah atas diri dan kehidupannya, yang bebas membuat keputusan apa saja untuknya.
Dengan demikian, libertarianisme adalah filsafat yang memandang bahwa setiap individu punya hak hidup menurut pilihannya masing-masing selama menghormati hak yang sama atas diri individu yang lain. Libertarian mengakui dan menghargai hak hidup, kebebasan, dan properti tiap-tiap individu—hak-hak yang memang dimilikinya secara alamiah, jauh sebelum lahirnya negara yang kemudian menginstitusikan hak-hak itu.
Dalam pandangan libertarian, semua hubungan manusia bersifat sukarela. Satu-satunya tindakan yang harus dilarang oleh hukum adalah tindakan bernuansa paksaan, seperti pembunuhan, perkosaan, perampokan, penculikan, dan penipuan.
Libertarian percaya pada ide kebebasan. Artinya, libertarian percaya bahwa orang harus bebas memilih jalan hidup sebagaimana yang mereka kehendaki sendiri, tanpa aturan, apalagi yang sifatnya memaksa.
Ide kebebasan ini sama halnya dengan praduga tak bersalah dalam kasus hukum pidana. Sama seperti Anda yang tidak dapat membuktikan bahwa Anda tidak bersalah atas semua tuduhan, Anda tidak dapat membenarkan semua cara di mana Anda harusnya diizinkan bertindak.
Mengapa libertarian sangat menjunjung tinggi kebebasan? Ada banyak alasan yang bisa diajukan.
Kebebasan memungkinkan kita bisa mendefinisikan makna hidup, mendefinisikan apa yang penting bagi hidup kita. Masing-masing kita harus bebas berpikir, bicara, menulis, melukis, berkarya, menikah, makan, minum, merokok, memulai dan menjalankan bisnis, bergaul dengan siapa saja yang kita mau. Ketika kita bebas, kita bisa membangun kehidupan sesuai selera. Kebebasan adalah kebutuhan untuk menjadi manusia seutuhnya.
Kebebasan mengarahkan kita pada kehidupan yang harmonis. Konflik tidak akan pernah terjadi jika kita tidak ditekan untuk hidup sesuai pilihan, entah itu dalam hal beragama, berpakaian, gaya hidup, atau memilih pendidikan.
Kebebasan ekonomi berarti setiap orang bebas memproduksi dan memasarkannya secara bebas. Harga-harga yang dinegosiasikan dan disepakati secara bebas jauh lebih efisien dan memberi keuntungan sebesar-besarnya.
Agar tatanan ekonomi bisa berjalan dengan baik, maka pasar bebas jadi pilihan mutlak. Dengan pasar bebas, insentif luar biasa bisa kita dapatkan. Kita bisa bebas berkarya, berinovasi, dan menghasilkan lebih banyak barang dan jasa bagi masyarakat. Sebab, kepuasan yang tinggi akan berdampak pada tingginya permintaan. Pertumbuhan ekonomi dan standar hidup pun ikut niscaya akan meningkat.
Sistem politik yang bebas akan memberi kita kesempatan untuk menggunakan bakat yang kita kuasai. Kita bisa bekerja sama dengan orang lain untuk berkreasi dan menghasilkan karya. Hanya saja, kondisi ini harus ditopang dengan beberapa lembaga yang fungsinya melindungi hak.
Bagi libertarian, masalah mendasar dalam politik adalah hubungan individu dengan negara. Hak apa yang dimiliki individu (jika ada)? Bentuk pemerintahan apa (jika ada) yang paling baik untuk melindungi hak-hak tersebut? Sampai di mana batas-batas kekuasaan negara? Tuntutan-tuntutan apa saja yang bisa diajukan setiap individu dalam posisinya sebagai warga negara?
Libertarian sudah mencoba merumuskan aturan-aturan hidup seperti apa yang layak diaplikasikan. Aturan-aturan tersebut memungkinkan tiap individu bisa hidup bersama dengan kesadaran hak masing-masing. Hal itu tertuang, misalnya, dalam Declaration of Independence: hidup, kebebasan, dan tujuan kebahagiaan.
Kita tahu siapa dan apa itu negara. Wujudnya kini tidaklah sama dengan impian Plato. Negara, dalam hal ini pemerintah, adalah mereka yang kerap menggunakan kekerasan dan paksaan terhadap orang lain. Untuk itulah diperlukan sebuah cara/aturan untuk membatasi dan menghukum para pelaku tindak kekerasan, termasuk sekalipun oleh para pengurus negara.
Tetapi, itu tetap tidak meniadakan skeptisisme kita tentang akan adanya upaya memberdayakan sejumlah orang untuk menggunakan kekerasan terhadap orang lain. Kekuasaan dalam pemerintahan selalu dipegang oleh orang-orang yang sembrono, jauh dari kata ideal. Beberapa di antaranya korup dan jahatnya minta ampun.
Bahkan orang yang punya niatan baik sekalipun, yang jujur, dan yang bijaksana, tetap saja cenderung menjalankan kekuasaan sewenang-wenang ketika sudah masuk dalam pemerintahan. Itulah sebabnya mengapa orang Amerika selalu takut pada adanya konsentrasi kekuasaan atau kekuasaan yang terpusat.
Libertarianisme, sebagaimana tersirat dari namanya, meyakini bahwa nilai politik yang paling agung adalah kebebasan, bukan demokrasi. Pembaca mungkin akan bertanya-tanya, apa bedanya? Bukankah kebebasan dan demokrasi itu sama?
Tidak. Kebebasan dan demokrasi itu berbeda. Hal yang menjadikannya begitu berbeda justru bersumber dari dua definisi yang berbeda tentang kebebasan itu sendiri, sebuah perbedaan makna yang secara khusus dieksplorasi oleh libertarian Prancis abad 19 Benjamin Constant dalam esainya berjudul The Liberty of the Ancients Compared with That of the Moderns.
Constant mencatat gagasan para penulis Yunani kuno bahwa ide kebebasan berarti hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik, hak untuk membuat keputusan dalam sebuah komunitas masyarakat. Jadi, Athena adalah negara yang bebas karena semua warga negara—lelaki dewasa, bebas, dan orang Athena—bisa terlibat dan berpartisiapsi dalam proses pengambilan keputusan.
Socrates, misalnya, bebas karena ia dapat berpartisipasi dalam keputusan kolektif, sekalipun itu untuk mengeksekusi dirinya lantaran pendapatnya dinilai menyesatkan.
Alternatif
Konsep kebebasan modern versi libertarianisme menekankan hak individu untuk hidup sebagaimana yang ia kehendaki, entah itu berbicara secara bebas, beribadah, memiliki properti, bebas berdagang, bebas dari penangkapan atau penahanan sewenang-wenang—meminjam bahasa Constan, datang dan pergi tanpa izin, tanpa harus mempertanggungjawabkannya. Pemerintahan yang didasarkan pada partisipasi masyarakat adalah penghargaan sebaik-baiknya atas hak individu.
Di sini, saya mencoba menggambarkan makna menjadi seorang libertarian. Tentu saja ada banyak varian penganut libertarianisme. Beberapa orang mungkin ternilai sebagai konservatif fiskal dan liberal sosialis, atau berpandangan bahwa pemerintah tidak boleh mengatur keuangan saya dan urusan ranjang saya. Beberapa yang lain percaya pada filsafat Declaration of Independence dan ingin agar pemerintah tetap bekerja dalam batas Undang-Undang.
Libertarianisme menawarkan alternatif bagi negara yang koersif. Negara harus menjamin kehidupan yang damai. Ia harus menjamin setiap orang untuk bisa hidup produktif, di mana pun.
Meski demikian, dunia libertarian tidaklah sesempurna yang kita impikan. Masih akan ada ketidaksetaraan di dalamnya, kemiskinan, kejahatan, korupsi, kebejatan manusia atas manusia. Hanya saja, berbeda dengan kaum teokratis atau sosialis utopis, libertarian tidak menjanjikan surga.
Karl Popper pernah berkata, upaya menciptakan surga di bumi hanya akan melahirkan neraka. Karena itu, libertarianisme membangun tujuan bukan demi kesempurnaan, melainkan yang lebih baik dan bebas, dunia di mana lebih banyak keputusan bisa dibuat dengan cara-cara yang benar oleh orang-orang yang tepat. Tidak hendak menjanjikan penghapusan seluruh kejahatan, kemiskinan, dan ketidaksetaraan, tetapi, dengan dunia libertarian, setidaknya hal-hal yang tidak manusiawi itu bisa tereduksi, minimal tidak sebesar dari apa yang tampak di negara-negara dunia secara umum.
*Diterjemahkan dari seri kuliah David Boaz, Introduction to Libertarianism
Post a Comment